This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Rabu, 26 Februari 2014

Path’s Second Iteration Is Less Photosharing And More Everything Sharing

In the mobile startup tradition of quick product iteration, Path Two has hit the app store this evening — expanding beyond photosharing to people, place, music, chat and sleep mode sharing. Path founder Dave Morin says that the second phase of Path is about giving people a place to “capture all the experiences” on their path through life.
The existing Path UI on iOS and Android has been completely revamped (beautifully) and is basically a multimedia timeline. You can right swipe for settings, left swipe to add friends, and swipe down to view your own or your friends’ Paths. To initiate a Path post, click on the + button in the left corner and out pop six option icons.
Path Two lets users complete six different types of posts, competing for your sharing predilections with already existing sharing apps like Foursquare, Soundtracking, Evernote and Instagram as well as lifestyle products like Wakemate.
Morin tells me that these varied types of posts — photos, videos, messaging, songs, geolocation and sleep — were what users wanted the most when giving feedback on the original Path. Oftentimes users would add screenshots of apps like the iPod and Wakemate to their Paths, in order to expose the people following them on Path to a wider variety of content.
Users seeking (a bit more) attention can share their Paths with 150 people now, instead of the famous 50 — a change the company enacted six months ago but never really publicized. You can also sync your Path posts with Twitter, Facebook, Foursquare and inevitably Tumblr.
Sticking with the whole “life journal” theme, users can also chose not to share at all by clicking the lock button at the bottom of the screen when they post. “It wouldn’t be a very good journal if you couldn’t keep things to yourself,” Morin tells me.
In a novel feature for the life-sharing apps, the new Path will also automatically post your location (“Arrived”) every time you travel a distance far enough to be reached by plane. You can turn the Automatic feature off by going to Settings > Neighborhoods. This setting fits into Morin’s conception of Path as a “journal that writes itself.” The concept of Visit, or when someone you follow sees something on your Path, is also amped up by Path’s signature emotions and iOS 5 notifications in the new version.
In addition the paid photo and video filters already existant in Path One, this new Path opens up the possibilities for future revenue streams, including referral fees from iTunes, which streams the 30-90 second songs available for posting.
The one million or so people who have downloaded Path will be onboarded to the new version as soon as they update the app in the Apple store. In its latest incarnation, the company now competes with startups like Memolane and Memento and even Facebook’s Timeline, “We’ve always been a Path, we just think this is a more authentic representation of that,” Morin says.

Tak Ingin Malu Pada Badai dan Kerikil

Pernahkah kamu melihat badai sebesar itu?
Pernahkah kamu melewatinya?
Banyak di antara kamu pasti pernah melewatinya. Punya banyak hal untuk diceritakan, dibanggakan. Bersukur karena telah melewati badai terbesar yang pernah kamu temui. Merumuskan cara yang mungkin kebetulan kamu temui saat melewati badai besar tadi, dan membuat daftar apa saja yang perlu disiapkan saat menemui badai sedahsyat itu.
Semua yang besar, akan jelas terlihat, akan cukup waktu untuk menyadarinya dan kemudian bersiap menghadapinya. Namun bagaimana kisahnya jika badai itu kecil? Bahkan lebih kecil dari badai, mungkin juga lebih kecil dari kerikil pantai.
Foto: Matthew High
Ketika kamu menemui sebuah badai, badai yang besar. Kamu akan menyadarinya lebih awal. Akan lebih banyak waktu untuk mempersiapkan diri. Semua itu bisa mendukungmu melewati semuanya, meski sendiri.
Akan tetapi, jika bentuknya kecil, anggap saja lebih kecil dari kerikil, kadang kamu tak pernah menyadarinya. Kamu tak punya persiapan. Kamu tak punya ancang-ancang. Bahkan cenderung meremehkan, menghadapinya begitu saja. Hasilnya apa? Kaki yang berdarah. Rasa sakit yang menyelinap ke dalam, perlahan.
Sesuatu yang kecil bisa menyelinap dan menghancurkan dari dalam. Dan yang paling menakutkan adalah, semuanya terjadi tanpa sempat kamu sadari.
Ironis rasanya mengetahui bagaimana seorang manusia bisa dengan percaya diri dan mudahnya melewati sebuah badai yang besar. Namun dalam waktu yang sama mengetahui ada beberapa pasang manusia yang bisa hancur hanya karena kerikil kecil.
Sepasang manusia yang akhirnya rela saling melepaskan genggaman tangan hanya karena ancaman kerikil kecil, padahal sebelumnya pernah melewati puluhan badai yang luar biasa besarnya berdua. Logikanya, sepasang manusia yang berhasil melewati badai berdua atas nama cinta pasti lebih bisa melewati kerikil kecil. Namun sekali lagi, cinta seringkali tak sejalan dengan logika.
Badai yang besar harusnya malu kepada kerikil kecil. Dan sepasang manusia yang kehilangan cinta hanya karena kerikil kecil, akan tertutup mukanya oleh pasir yang terbawa angin badai.
Aku tak ingin malu di depan badai dan kerikil, beserta pasir yang senantiasa menyertai mereka.
Sebuah cinta, semestinya lebih digdaya dari badai dan kerikil yang melanda.
Kepada kamu, genggam tanganku. Kita lewati badai, kita langkahi kerikil.

Melangkah Seperti Jarum Detik



“Tolong beri aku waktu! Beri aku kesempatan.”
Kadang kita tak hentinya meminta waktu, meminta kesempatan lagi kepada orang lain, kepada semesta, bahkan kepada Tuhan. Sebuah kesalahan yang sudah kamu lakukan, jika itu diperbuat tanpa ada unsur kesengajaan, hanya mengikuti kata hati, dan itu salah, maka kamu pasti ingin memperbaikinya sepenuh hati.
Namun apa daya? Waktu itu sudah dirancang Tuhan dan dieksekusi semesta berputar searah jarum jam, atau perputaran jarum jam itu sendiri yang mengikuti arah berjalannya waktu. Entahlah, yang pasti waktu terus berjalan, ke depan. Kata “seandainya” takkan pernah habis terlintas dalam benak seseorang yang sudah melakukan kesalahan, tanpa ia sengaja. Kata tersebut sepertinya bergandengan dengan benda nista bernama penyesalan.
Tak sepenuhnya nista. Dalam sebuah penyesalan, meskipun selalu datang terlambat, justru keterlambatan itu yang membuat kita harus lebih berhati-hati. Kamu mungkin bisa memutar jarum jam ke arah yang sebaliknya, tetapi kamu tak akan pernah bisa memutar waktu kembali. Semuanya tak akan pernah sama lagi.
Jika kamu bersungguh memperbaiki kesalahan, maka hal paling masuk akal setelah melewati semua fase “denial” dengan segala “seandainya” dan penyesalan adalah tetap melangkah ke depan, menjadikan yang di belakang sebagai pelajaran. Seperti jarum detik yang terus berjalan, perlahan mengajak jarum menit dan jam maju, melewati semua.
Karena tak ada yang bisa memperbaiki kesalahan di masa lalu selain perbuatanmu kini, dan di masa depan nanti. Untuk memulainya, kamu sendirilah yang harus memberi waktu untuk dirimu sendiri.”

Vulcanic eruption from Indonesia's Mount Kelud forces evacuations, airport closures


A volcanic eruption from Java's Mount Kelud, also written as Kelut, spurred evacuations near the volcano as well as the closures of three airports due to the ash.
Nearly 200,000 residents living on Java were forced to evacuate as Mount Kelud began violently spewing ash and rocks quite a distance from the volcano, reports AFP. Those who lived in a six-mile radius of the volcano were directed out of their villages and towards evacuation centers.
National disaster agency spokesman Sutopo Purwo Nugroho said, "A rain of ash, sand and rocks is reaching up to 15 kilometers (nine miles)" from Mount Kelud. "Sparks of light can be continuously seen at the peak."
According to The Associated Press, three international airports had to be closed due to the ash. Ash has continued to fall since the volcano first began to actively erupt.
Mount Kelud is a 5,680 foot volcano and only one of the 130 active volcanoes on the islands of Indonesia. AFP notes that the volcano has killed more than 15,000 people since 1500.
No injuries have yet to be reported from the latest eruption from Mount Kelud, according to the AP.

One Direction


 

One Direction adalah grup penyanyi pria asal Inggris-Irlandia yang terbentuk di London pada tahun 2010. Grup ini beranggotakan Niall Horan, Zayn Malik, Liam Payne, Harry Styles dan Louis Tomlinson. One Direction dikontrak oleh Syco Records, label rekaman milik Simon Cowell, setelah menjadi juara ketiga dalam ajang pencarian bakat The X Factor musim ke-7 pada tahun 2010. Setelah sukses di Inggris, One Direction kemudian dikontrak oleh label rekaman asal Amerika Utara, Columbia Records, pada tahun 2011.
Pada bulan November 2011, One Direction merilis album pertama mereka yang bertajuk "Up All Night". Album tersebut menjadi album dengan penjualan tercepat pada tahun 2011 di Inggris. Pada tahun yang sama, di Amerika Serikat, album mereka juga sukses bertengger di posisi puncak Billboard 200. "Up All Night" menguasai sepuluh besar UK Singles Chart dengan singel perdana "What Makes You Beautiful". Lewat singel ini, One Direction berhasil memenangkan Best British Single (singel Britania Raya terbaik) di ajang BRIT Awards tahun 2012. One Direction juga sukses menjual singel tersebut secara digital dengan total unduhan sebanyak 2.060.303.Album kedua mereka yang bertajuk "Take Me Home" dirilis pada tanggal 12 November 2012. Sementara itu, tur dunia One Direction digelar pada tahun 2013. Tur ini dimulai dari kota-kota di Inggris dan Irlandia kemudian dilanjutkan ke negara-negara di Amerika Utara dan Australasia.
Atas kesuksesannya ini, One Direction dikatakan sebagai pemicu kebangkitan kembali era boy band Eropa yang sebelumnya pernah berjaya pada tahun 1990-an. One Direction juga dilabeli sebagai gelombang baru "Invasi Britania" (British Invasion) yang melanda Amerika Serikat, mengikuti jejak The Beatles pada tahun 1960-an. Di Indonesia, meskipun sedang dilanda histeria terhadap boy band asal Korea Selatan, gaung boy band ini juga sangat kencang terdengar. Antara bulan Februari sampai April 2012, tercatat "Indonesia Wants One Direction" sempat beberapa kali menjadi topik hangat di salah satu situs jejaring sosial